Header Ads Widget

APPI Tersinggung Adanya Klaim Data Pemulung di Bantargebang

Bekasi - Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) Bagong Suyoto terganggu dengan adanya pengklaiman pemulung di TPST Bantargebang, Sabtu (26/5).

Klaim tersebut disampaikan dalam acara Green Ramadhan diisi dengan diskusi tentang bisnis sampah dan berkah di KLHK Manggala Wanabakti, 24 Mei 2018. Dalam acara itu disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI DR. Siti Nurbaya Bakar berserta jajarannya.

"Saya merasa risih dan perasaan kurang enak ketika ada ikatan pemulung punya anggota jutaan di seluruh Indonesia. Bahkan di kawasan TPST Bantargebang klaim punya 6.000 anggota pemulung. Sebenarnya belum ada data riset mutakhir tentang jumlah pemulung dan anggota keluarga di kawasan TPST. Kebiasaan buruk telah berlangsung bertahun-tahun tanpa verifikasi dan falsifikasi terhadap data tersebut," Jelasnya.

Bagong yang juga Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) mengatakan Forum tersebut hanya menyebarkan kebohongan data untuk meningkatkan popularitas. dia melanjutkan agar masyarakat tidak termakan isu Hoax tersebut.

"Saya bersama warga Bantargebang dan melihat di forum itu ada sejumlah penduduk asli sekitar TPST Bantargebang, yang bekerja mengais sampah bahkan ada senior pemulung, yang lebih separoh hidupnya berhubungan dengan sampah. Menurutnya apa yang diklaim itu merupakan kebohongan belaka. Kebohongan itu diutarakan pada bulan suci ramadhan" Ucapnya

Salah Satu Buku Karya Bagong Suyoto
dia juga menyesalkan ini sudah menjadi kebiasaan memalukan, bahwa klaim-klaim itu tidak ada yang menyangkal dan diverifikasi di tingkat lapangan. Para pemulung lokal merasa tidak pernah diperjuangkan nasibnya oleh ikatan pemulung itu.

"Sampai sekarang banyak pemulung pendatang hidup di gubuk-gubuk kumuh bacin dengan sanitasi buruh, tanpa suplai air bersih. Pemulung bekerja pun tak ada jaminan kesehatan memadai. Ketika meninggal tidak ada yang mengurusi, bahkan ketika mengantar mayatnya ke kampung halaman seperti Karawang, Cirebon atau Madura justru para pegiat kemanusiaan yang menangani, bukan ikatan pemulung," Sesalnya

Lembaga itu hanya memikirkan lembaga dan dirinya, bukan peningkatan pendapat dan kesejahteraan anggota. Senyatanya pemulung tetap miskin dan terjerat lintah darat/rente. Mereka sangat tergantung pada bos, bahkan menentukan harga pungutan sampah pun tidak bisa. Pemulung berada di bawah rantai struktur ekonomi.

"Aktivitas pemulung dianggap liar dan mengganggu, padahal sudah puluhan tahun mereka berjasa membersihkan kotoran orang lain. Dalam konteks sekarang mereka melakukan program 3R (reduce, reuse, recycle) sebagaimana diamanatkan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81/2012, dll. Mereka adalah Pahlawan 3R," Ucapnya

Sejauh ini pemerintah kurang peduli terhadap aktivitas dan ruang gerak pemulung. Semestinya mereka difasilitasi tempat dan fasilitas pemilahan dan pengolahan sampah bagian dari program 3R. Jika ingin meningkat derajat dan kesejahteraan pemulung, pemerintah dan lembaga non-pemerintah hendaknya memberikan penghargaan dan ruang gerak legal guna melangsungkan kehidupannya.(Red)


Berita Lainnya

...
Baca Juga