Header Ads Widget

Waduh, Bekasi Darurat Sampah, Inilah Penyebabnya

Ilustrasi TPA
BEKASI - Permasalahan sampah di Kabupaten Bekasi mulai mengindikasikan menuju status 'darurat sampah'. Kondisi yang memprihatinkan ini, sangat memerlukan komitmen kuat dari seluruh pihak, terkait upaya revitalisasi pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng secara total dan tepat.

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan dalam upaya revitalisasi pengelolaan sampah, di antaranya yang berspektif lingkungan (ramah lingkungan), pengelolaan mulai dari sumbernya, memperdayakan pembangunan TPS 3R.

Direktur Eksekutif Kawal Wahana Lingkungan Indonesia, Puput TD Putra menjelaskan, selama ini siatem yang diterapkan dalam pengelolaan sampah di beberapa wilayah, adalah pola ditumpuk secara terbuka (open dumping), dimana sistem tersebut tidak lagi diperkenankan.

Tpa Burangkeng, Kabupaten Bekasi
Hal itu, kata dia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Persampahan. Pasalnya, dalam Pasal 29 huruf (e) dijelaskan, dilarang melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir.

"Malah ada temuan, bahwa sebagian sampahnya ada yang dibakar di Lokasi TPA Burangkeng (sampah milik industri)," katanya di Bekasi, Senin (28/5/2018).

Menurutnya, pola penumpukan sampah secara terbuka, rentan dengan berbagai resiko yang bisa merugikan bahkan membahayakan warga sekitar. Sebagai contoh, mempermudah sampah memproduksi air lindi, yang mana aroma busuknya akan menyebar dan mengganggu penciuman warga.

Selain itu, lanjut Puput, penumpukan sampah secara terbuka juga dapat meningkatkan produksi gas methana (CH4) yang timbul akibat reaksi biokimia. Kondisi ini lebih berisiko tinggi, karena dapat menyebabkan ledakan dan kebakaran di TPA Burangkeng.

"Kejadian kebakaran akibat gas methana sudah beberapa kali terjadi di TPST Bantargebang. Gas methana yang dihasilkan pada timbunan sampah di lokasi TPA, juga telah menyumbang 20-30 kali lebih besar dari pada karbondioksida (CO2)," paparnya.

Karbondioksida sendiri merupakan pembentuk emisi gas rumah kaca (GRK). Zat itulah yang diklaim menjadi penyebab meningkatnya suhu bumi atau yang biasa disebut pemanasan global.

Seperti pada TPA Cipayung Depok dan TPST Bantargebang, yang meski sudah dilakukan perbaikan terhadap tempat pembuangan sampah, namun dampak negatif lingkungan dan sosial tetap menjadi sumber masalah.

"Seperti penyakit, pencemaran udara dan tanah, air tanah dan irigasi beraroma tak sedap hingga radius berkilo-kilo meter, menyebabkan krisis air bersih, serta rawan konflik sosial," terangnya.

Pihaknya berharap, pemerintah daerah dapat memberikan solusi cerdas dan tepat terhadap permasalahan yang sudah sangat serius ini. Jangan sampai permasalahan sampah menjadi polemik baru yang nantinya berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup warga sekitar TPA.

"Dalam penerapan jangka panjang ke depannya, Kabupaten Bekasi harus memiliki pengolahan sampah dengan tata kelola yang baik," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Kajian dan Analisis Bekasi ( Kanalisasi) Ahmad Nuriman mengatakan Pemerintah Daerah harus cepat dalam penanganan pengelolaan sampah sesuai dengan yang di amanatkan perundang - undangan.

"Kesalahan atau kelalaian pengelolaan Akhir sampah pada TPA Burangkeng membuka celah Pemda dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengangkangi UU 18 tahun 2008 tentang persampahan" ujar iman saat dikonfirmasi via seluller (din)

Berita Lainnya

Baca Juga