Bekasi - Aliansi Mahasiswa Peduli Bekasi mengadakan seminar "Masa Depan Jaminan Kesehatan Warga Kota Bekasi" dalam dialog tersebut dihadirkan pembicara yaitu dr Sutarji dari Rumah Sakit Bhakti Kartini, Dr.Doni Kementerian Kesehatan, Puspa (Yayasan Thalasemia), dan Erwin dari BPJS.
Menurut Doni, secara undang-undang pemerintah daerah tidak diperbolehkan mengelola sendiri.
"Kita khawatir bagaimana sustainabilitasnya/ keberlanjutannya,
bagaimana program yang dijanjikan jika Kepala Daerah tidak terpilh
kembali, Kalau penggantinya tidak punya program yang sama akan terjad
konflik sosial,"Jelasnya
Biasanya
Jamkesda asal punya KTP cukup, tapi fleksibility akan mengganggu sistem
yang kita bawa, Contohnya rujukan. Kita tidak ingin plek-plek dirujuk
langsung rumah sakit. kita sudah membangun seperti apa,"katanya di
Gedung Aula STIKES Bani Saleh, Jl Kartini nomor 66, Senin (4/6/2018)
Menanggapi
hal itu, Erwin dari BPJS Kota Bekasi mengatakan sebetulnya BPJS Kota
Bekasi telah melakukan sosialiasasi sejak 2014 sebelum ada kartu sehat.
"Sampai hari ini total peserta BPJS Kota Bekasi ada 1.9 Juta," katanya.
Mereka yang terdaftar ada empat segmen yaitu, pekerja penerima upah bisa swasta, pensiunan,bpjs mandiri, orang asing."Dari
total warga kota bekasi 2.8 Juta, masih ada sisa 900 ribu. Mereka
adalah orang-orang yang tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerintah
kota bekasi dengan Kartu Sehat," terangnya.

Karena Kartu Sehat itu berbeda sistemnya dengan BPJS. "Kalau
di BPJS kan ada beberapa sistem. Pertama mereka yang daftar dari BPJS
karena memang tidak mampu. Kedua, mereka bayar sendiri, ketiga ada yang
dilindung dari pemerintah daerah," katanya.
Yang
dilindungi ini biasanya, kata Sutarji daftar di RT, RW. Namun, sistem
ini tidak ada di Jamkesda atau kartu sehat."Mengapa? karena biaya
kesehatan hanya 12.500. Ini sangat kecil dari BPJS," katanya.
Menanggapi
pernyataan Sutarji, Erwin mengatakan bahwa sebetulnya jika pemerintah
daerah bisa fokus ke pesertaan BPJS maka tidak usah khawatir masalah
kesehatan masyarakat.
"Karena ini telah ditanggung
oleh pemerintah. Sekarang kan daftarnya mudah, bisa lewat aplikasi
android, Kecamatan dan kelurahan sudah ada orang kami. Jadi tidak perlu
datang ke kantor BPJS,"katanya.
Sayangnya dalam
seminar ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi,
Tanti Rohilawati tidak bisa datang. Masalah kartu sehat masih dalam
tanda tanya.
Namun, dari
seminar ini dapat disimpulkan seperti yang dikatakan Erwin dari BPJS
dan Doni dari Kementerian Kesehatan bahwa Kartu Sehat harus
diintegrasikan dengan BPJS mengingat secara aturan Undang-undang tidak
aturan yang mengatur daeah boleh mengelola kesehatan masyarakat di
daerahnya.
"Jika kartu sehat tetap dilanjutkan akan menjadi polemik di masyarakat," pungkas Erwin.
Menurut
Toupik Ketua AMPIBI pasca acara dialog mengatakan bahwa dari dialog
ini maka kita dapat mengambil kesimpulan Sebagai berikut:
Pertama,
Pemerintah Kota Belasi hari ini belum menjalankan amanat undang-undang
No 24 Thn 2011 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, hal itu terlihat dari
Jamkesda Kota Bekasi yaitu Karu Sehat yg ternyata banyak Melanggar
aturan yang ada dalam undang-undang diatasnya.
Pelanggaran
itu diantaranya berupa tidak terintegrasinya Kartu Sehat dgn JKN, Tidak
bekerjasama dgn BPJS sesuai UU tapi dikelola sendiri oleh pemda, Kartu
sehat berbasis NIK KK padahal seharusnya berbasis NIK kependudukan /
indentitas tunggal sesuai Pasal 13 Poin a UU tentang JKN.
Kedua,
sebagaimana disampaikan oleh nara sumber dari Kemenkes dan BPJS bahwa
kedepan Kartu sehat ini tidak bisa dipakai lagi karena telah menyalahi
undang-undang diatasnya sehingga harus di integrasikan terlebih dulu
dengan BPJS.
Yang
terakhir, Pemerintah Kota bekasi harus merumuskan sebuah produk Jaminan
Kesehatan Daerah yang wajib terintegrasi dengan JKN sesuai UU No 24 Thn
2011 dan Permendagri No 134 Tahun 2017. (pik)