Hari
ini, siang, 24 Juni 2018, saya duduk bersama Kapolri Jenderal Tito
Karnavian di bilangan Semanggi Jakarta Selatan. Berdiskusi secara
profesional tentang berbagai persoalan yang dihadapi oleh negara dan
bangsa. Meskipun hari Sabtu, soal-soal yang kami berdiskusi tidak
sekedar obrolan biasa tetapi berbagai persoalan berat dan larut dalam
pembaicaran serius. Ada beberapa persoalan terkait: 1). penegakan tugas
kepolisian berbasis HAM sesuai UU Nomor 2 tahun 2002 dan perkap nomor 8
tahun 2009. 2). kepastian penguatan kebebasan sipil (civil liberties).
3). relasi negara dan rakyat. 4). bangunan peradaban dan landas pijak.
5). Jaminan ketertiban (internal order). 6). hak asasi manusia, pastikan
keadilan dan perdamaian. 8).Netralitas Kepolisian dalam Pemilu.
Isu
yang sangat menarik saat ini adanya adanya dugaan berbagai kalangan
terkait tuduhan kepolisian tidak netral dalam pemilukada. Bahkan ada
yang menduga Kepolisian mengembalikan Dwi Fungsinya sebagaimana terjadi
pada orde baru.
Kapolri
Tito Karnavian memastikan Kepolisian Netral dan Netralitas Kepolisian
dalam pelaksanaan Pilkada 2018 adalah harga mati. Berbagai kebijakan dan
perintah sebagai commander wish dari Kapolri baik perintah lisan,
tertulis, dan juga melalui teleconfrence sedang dilakukan.
Terkait
dengan pemilukada 2018 , Kepolisian Negara RI mematikan agar empat
variabel demokrasi dan hak asasi manusia dalam pemilu harus
dilestararikan yaitu 1) Negara perlu memastikan agar setiap warga
negara berhak untuk memilih (right to vote); 2) Negara juga harus
memastikan agar tiap warga negara berhak untuk dipilih (right to take a
part of govertment); 3) negara memastikan adanya jaminan pemilihan yang
bebas dan jujur serta adil ( free and fair election); dan 4) Negara
tidak akan memasuki cara pandang partikuler rakyat dalam menentukan
nasib atau pilihan masing-masing (self determination of the right).
Oleh
karena itu, Kapolri bersama dengan Panglima TNI telah melakukan Safari
Ramadhan keliling daerah, selain untuk mendekatkan diri dengan rakyat
juga memastikan adanya netralitas TNI dan Polri dalam Pilkada 2018.
Kepolisian juga telah menertibkan anggota yang ikut terlibat dalam
politik atau tidak netral dalam politik. Salah satunya adalah Wakapolda
Maluku telah ditarik ke Mabes Polri sebagai bukti komitmennya setelah
terbukti kurang netral karena mendukung teman/sahabat satu angkatan.
Selain itu sebagai Kapolri juga memperhatikan Kritik masyarakat terhadap
salah satu pimpinan polisi di Sumatera yang setelah dicek ternyata dia
tidak mendukung tetapi mengacungkan jari tanda (kode) lulusan angkatan,
namun ini situasi sensitif sehingga rakyat atau pasangan calon lain.
Karena itu Kapolri telah menegur. Kapolri juga mempersilakan semua
rakyat bersama kepolisian bekeja sama untuk mendorong terciptanya
Pilkada yang jujur, adil dan demokratis.
Memang
terkait Persoalan politik ini mau tidak mau kepolisian negara
menghadapi dilema di tengah tarikan berbagai kepentingan. Ibarat
Kepolisian ibarat diserbu dari delapan penjuru mata angin. Apalagi Pada
saat dimana Indonesia berada pada turbulensi politik yang tinggi, semua
orang berharap kepolisian sebagai alat pemukul lawan atau membantu
memenangkan Pilkada, Namun hanya dengan Netralitas dan profesionalisme
menjaga marwah institusi kepolisian.
Kepolisian
telah menyadari bahwa institusi kepolisian adalah satu lembaga negara
yang dekat dengan rakyat, para pencari keadilan. Maka Pasti senang jika
dipuji, juga tetap saja menerima di saat dihujat, dicaci dan maki. Yang
paling penting adalah Kepolisian dengan jargon Profesional, modern dan
terpercaya (Promoter) tetap berusaha untuk menegakkan hukum secara
berkeadilan, menjaga keamanan dan ketertiban.
Kepolisian
juga ditugaskan oleh Negara sesuai dengan amanat UU Nomor 2 Tahun 2002
tetap berusaha untuk menjaga tegaknya Pancasila, UUD 45, NKRI dan
Bhineka Tunggal Ika.
Oleh : Natalius Pigai
(Mantan Komisioner Komnas HAM, Ketua Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM RI 2012-2017)