*"
KAWALI Tolak di Bentuknya Badan Kordinasi untuk Reklamasi Teluk
Jakarta "Proyek Reklamasi sudah Cacat sejak dalam Proses penyusunannya
dari sisi Amdal dan bangunan fisiknya"*
Jakarta - Pembangunan
Pulau Reklamasi di teluk jakarta terindikasi akan dimulai kembali,
ditandai dengan keluarnya *Pergub No 58 tahun 2018* dimulainya membentuk
Badan Khusus untuk menangani Reklamasi Jakarta.
KAWALI
menilai rencana melanjutkan pembangunan bangunan di Pulau Reklamasi di
teluk jakarta cacat hukum, dan tidak dapat diteruskan. Pembangunan
Reklamasi berikut Rencana Bangunannya.
Kawali
menduga ini bagian dari skenario besar Politik untuk mendapatkan
keuntungan dalam melakukan Transasional kebijakan " di pesisir Jakarta" .
Ada tiga hal yang dikejar oleh Pemerintah, diantaranya:
Proyek
Giant Sea Wall / NCICD/Tanggul Raksasa , hanya jadi sarana melempar
tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini Pemprov DKI untuk mengelola
teluk jakarta. Walaupun GSW merupakan proyek dari BBWSCC (Balai Besa
Wilayah Sungai Ciliwung Cisdane) tapi patut diduga ini merupakan
skenario yang komprehensif dengan rencana Pemrov DKI untuk memuluskan
*Proyek Reklamasi* (siasat memuluskan reklamasi) Dimana proyek reklamasi
dan NCICD merupakan proyek besar pemerintah DKI dan pemerintah pusat
dalam hal ini Bappenas RI yang saling terintegritas agenda proyeknya
(Reklamasi dan Giant Sea Wall)
Proyek
Reklamasi Pulau Palsu (teluk Jakarta) dan Giant Sea wall (42 kilometer
sepanjang lintas kerawang, bekasi,jakarta dan banten) terkesan tidak ada
aspek mempertimbangkan Lingkungan dan HAM , dalam hal ini juga tdk
mempertimbangkan keberadaan nelayan yang terancam ruang hidup dan
Wilayah Kelolanya.
Hilangnya
teluk jakarta dan pesisir sepanjang 42 kilometer nanti akibat pembuatan
pulau palsu reklamasi dan Gian Sea Wall/Tanggul Raksasa akan mengusir
nelayan secara halus,
Seluruh nelayan yang merupakan penduduk asli akan diusir dari jakarta,kerawang,bekasi dan banten sebagai kota kelahiran merka.
Pulau
Reklamasi dan Giant sea Wall yang dibangun kemudian hari akan dibangun
kawasan mewah , hingga akhirnya warga sekitar harus kembali tergusur
dengan alasan untuk kepentingan atas nama Negara dan publik umum.
KAWALI
menduga pemaksaan dengan cara halus ini dengan membuat badan Kordinasi
Reklamasi, artinya pemerintah akan merestui, melanjutkan pembangunan
Pulau Reklamasi dan Agenda Pembentukan Badan dan keluarnya Pergub Baru
serat dengan agenda Politik transaksional dan merupakan satu rangkaian
project pesanan dari berbagai kepentingan pengembang tampa memperdulikan
dampaknya .
KAWALI
mengingatkan kembali ke Gubernur terpilih akan Janji Kampanyenya untuk
menghentikan Permanen Reklamasi Teluk Jakarta dan tdk akan melanjutkan
Reklamasi kembali , Janji Tolak Reklamasi ini harus Anis-Sandi penuhi .
KAWALI
juga mengingatkan kepada TIM kerja / TIM Percepatan Pembagunan Gubernur
Anis-Sandi agar lebih jeli dan ketat mengawal agenda Tolak Reklamasi
Anis-Sandi ini, kami juga menghimbau kepada TIM kerja Anis-Sandi agar
tidak Genit dan main-main dalam membuat Peryataan-pernyatan dan
Agenda-Agenda terkait REKLAMASI Teluk Jakarta !
*CATATAN : Puput TD Putra (KAWALI) Tentang REKLAMASI TELUK Jakarta dan GIANT SEA WALL*
Memaparkan paling tidak ada beberapa alasan mengapa proyek Reklamasi di Teluk Jakarta harus dihentikan :
Berbagai alasan tersebut antara lain merusak lingkungan dan hanya bermanfaat bagi kalangan tertentu, yakni pemodal besar.
Berikut alasan tersebut:
*1. Melanggar hak rakyat yang dijamin Konstitusi UUD 1945*
Menurut
WALHI Jakarta Reklamasi telah melepaskan hak penguasaan negara atas
bumi Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat kepada pengusaha
properti. Hal tersebut
tentu melanggar Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Reklamasi
juga mengurangi wilayah kelola nelayan tradisional dan memperparah
pencemaran. Dengan itu, nelayan tradisional kehilangan sumber
kehidupannya.
Hal ini
melanggar Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin Hak atas Pekerjaan
dan Penghidupan yang Layak bagi Kemanusiaan dan bagi semua warga negara.
Jika
dilanjutkan, proyek ini akan menggusur permukiman nelayan atas nama
penertiban. Padahal proyek ini ditujukan untuk pembangunan bagi
segelintir kelas ekonomi atas.
Ini
jelas melanggar Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin Hak untuk
Bertempat Tinggal dan Mendapatkan Lingkungan yang Baik dan Sehat bagi
semua warga negara.
*2. Jakarta akan tenggelam*
Dengan pembangunan Reklamasi, banjir di Jakarta akan semakin menggila. Reklamasi menghilangkan fungsi daerah tampungan air
Aliran
sungai akan melambat sehingga terjadi kenaikan air di permukaan.
Akibatnya, sedimentasi bertambah dan terjadi pendangkalan muara yang
berefek pembendungan yang signifikan.
Menurut
Puput TD Putra /KAWALI, frekuensi banjir pun meningkat karena kapasitas
tampung sungai yang terlampaui oleh debit sungai. Belum lagi Teluk
Jakarta menjadi tempat bermuara sekitar 13 sungai.
Tidak
hanya itu, Jakarta Utara menghadapi penurunan muka tanah sejak
1985-2010 yang mencapai -2,65 meter di Cilincing hingga -4,866 meter di
Penjaringan. Data ini merupakan penelitian Nicco Plamonia dan Profesor
Arwin Sabar.
Beban
pembangunan telah melampaui daya dukung dan daya tampung (carrying
capacity) Jakarta yang memperparah bencana ekologis berupa banjir rob di
sepanjang teluk Jakarta.
Pada
saat ini saja, di setiap musim hujan Jakarta selalu terendam banjir.
Banjir dalam skala luas bisa terjadi akibat reklamasi pantai utara
Jakarta.
*3. Proyek warisan Orde Baru yang berpihak pada pemodal*
Proyek
ini pertama kali ditetapkan oleh Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tanpa
adanya kajian dan pertimbangan lingkungan hidup (sebelum adanya UU`PPLH
dan Tata Ruang) serta penuh dengan kolusi dan korupsi.
Reklamasi
adalah proyek Orde baru tanpa partisipasi dan konsultasi masyarakat
serta prinsip perlindungan warga nelayan tradisional dan lingkungan
hidup. Kini, Keppres 52 Tahun 1995 telah dicabut oleh Perpres Nomor 54
Tahun 2008.
*4. Merusak lingkungan hidup*
Reklamasi
telah dinyatakan tidak layak dan merusak lingkungan melalui Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan
Rencana Reklamasi dan Revitalisasi Teluk Jakarta.
Putusan
pengadilan memang membatalkan, tetapi tidak menghilangkan penilaian
ketidaklayakan lingkungan hidup dari Reklamasi Pantura Jakarta.
*5. Menghancurkan ekosistem sumber pasir urugan*
Setiap
hektar pulau reklamasi akan membutuhkan pasir sebanyak 632.911 meter
kubik. Jika dikalikan luas pulau reklamasi yang direncanakan 5.153
hektar, maka akan membutuhkan sekitar 3,3 juta miliar ton meter kubik
pasir.
Pengambilan bahan
urugan (pasir laut) dari daerah lain akan merusak ekosistem laut tempat
pengambilan bahan tersebut. Hal ini juga dikhawatirkan memicu konflik
berdarah dengan nelayan lokal seperti di Lontar, Serang-Banten,kerawang
dan wilayah lain yang di ambil material uruknya untuk Reklamasi.
*6. Mengancam Jakarta sebagai Kawasan Strategis Nasional*
Jakarta
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang berfungsi
penting bagi kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia.
Jika
reklamasi diteruskan dengan berbagai dampak lingkungan hidup di atas,
maka akan menghancurkan Jakarta sebagai ibu kota negara, situs sejarah
nasional, dan kawasan ekonomi nasional yang penting.
*7. Reklamasi adalah sebuah proyek rekayasa lingkungan*
Bentang
alam Jakarta terbentuk secara alamiah melalui proses akresi yang
berlangsung dalam waktu lama. Proses tersebut terjadi dengan
terbentuknya 13 sungai yang mendorong sedimentasi dan kemudian mencapai
hilir di Teluk Jakarta.
Hasil
sedimentasi ini lalu mengeras dalam waktu ratusan hingga ribuan tahun.
Karena terjadi secara alamiah, maka proses ini tidak merusak lingkungan.
Jadi,
tidak pernah terjadi reklamasi alamiah di Jakarta, karena reklamasi
merupakan rekayasa lingkungan yang mengabaikan kondisi Teluk Jakarta.
8. Menghancurkan ekosistem di Kepulauan Seribu
Pertumbuhan
karang di Kepulauan Seribu akan terganggu akibat tekanan bahan pencemar
dan sedimen. Gangguan pertumbuhan akan semakin parah dengan adanya
perubahan arus yang semakin meningkat dan menghantam pulau-pulau kecil
di Kepulauan Seribu.
Perubahan
arus akan menggerus gugusan pulau kecil dari Kepulauan Seribu yang
terdekat Teluk Jakarta. Akibatnya pulau-pulau ini akan rusak dan bahkan
lenyap.
Salah satu pulau
kecil yang bersejarah dan bisa terdampak adalah Pulau Onrust sebagai
situs sejarah perkembangan VOC di Indonesia.
*9. Merusak tata air di wilayah pesisir*
Jika
reklamasi dilakukan seluas 5.100 hektar dan Giant sea wall (tanggul
raksasa) maka sistem tata air di wilayah pesisir lama akan rusak.
Kerusakan sistem tata air terjadi setidaknya pada radius 8-10 meter.
Pasalnya,
reklamasi akan menambah beban sungai Jakarta di saat musim hujan. Jika
air sungai terhambat keluar, maka akan menyebabkan penumpukan debit air.
*10. Menghancurkan mangrove muara angke dan habitat satwa yang dilindungi*
Hutan
bakau sebagai tempat bertelur dan habitat ikan-ikan kecil (nursery) dan
hutan mangrove penangkal abrasi akan digantikan oleh tumpukan pasir dan
semen.
*Pada tahun 1992,
Jakarta memiliki 1.140,13 hektar yang dikonversi seluas 831,63 hektar
menjadi permukiman elit, lapangan golf, kondominium dan sentra bisnis di
kawasan pemukiman Pantai Indah Kapuk (PIK).*
Saat
ini, hutan mangrove di Teluk Jakarta tersisa seluas kurang lebih 25,02
hektar dan akan rusak secara perlahan karena sirkulasi arus yang
berubah.
Giant Sea Wall/Tanggul laut juga akan menambah tekanan dan mengakibatkan kerusakan suaka marga satwa tersebut.
Salam Hijau
Jakarta 13 Juni 2018*
PERS RILIS
KAWALI "Kawal Lingkungan Hidup Indonesia"*