Header Ads Widget

Prof Lingkungan Meminta Pemkab Bekasi Revitalisasi TPA Burangkeng


Ilustrasi gambar

Oleh : Benny Tunggul HS.MM.PhD
Ketua
Kaukus Lingkungan Hidup  & Kehutanan  Bekasi Raya.

Tak terasa Kabupaten Bekasi akan berumur 68 tahun tepatnya pada tanggal 15 Agustus 2018.Kabupaten Bekasi yang  Mempunyai luas 127.388 Ha, yang terbagi menjadi 23 kecamatan dan 187 desa, kini telah berubah dari wilayah Pertanian menjadi Daerah Indistri. 

Hal ini terlihan tumbuhnya Kawasan Kawasan Industri dan Pemuliman Real Estate sebagai kekuatan Ekonimi Daerah. Sektor industri merupakan sektor paling dominan di Kabupaten Bekasi, sektor ini pada tahun 2015 memberikan andil tertinggi terhadap PDRB Kabupaten Bekasi dengan kisaran kontribusi 85,4%. 

Hingga tahun 2008, terdapat 18 kawasan industri di Kabupaten Bekasi dengan luas 6.214,2 Ha. Pertumbuhan industri didominasi oleh industri penghasil barang logam, mesin dan elektronik. 

Jumlah perusahaan industri (besar dan sedang) pada tahun 2008 mencapai 752 serta mampu menyerap 213.838 tenaga kerja. Kawasan industri di Kabupaten Bekasi menjadai Kawasan industry terbesar se-Asia Tenggara. Perubahan Pola pembangunan yang didukung Pertaninan kearash Industrialisasi mengakibatkan  perubahan dibidang perekonomian, pembangunan infrastruktur, pola kebudayaan, maupun tatanan sosial dan politiknya. 

Akibat dari perubahan yang sangat cepat tesebut telah mengakibatkan ledakan jumlah penduduk yang mulai tak terkendali, tercatat hingga saat ini diperkirakan penduduk Kabupaten Bekasi mencapai angka2,6 jutajiwa.
UU Nomor 14 Tahun 1950 sebagai dasar hukum pembentukan Kabupaten Bekasi, wilayahnya awalnya terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. 

Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI". Pada tanggal 20 April 1982 diresmikan Kota Bekasi oleh Mentri Dalam Negri sebagai pemekaran Wilayah Adminstrati Kabupaten Bekasi dengan luas Wilayah sekitar 210,49 km2 dengan 12 Kecamatan. Pada masa Pemerintahan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf terjadi pemekaran wilayah kecamatan dari 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan, ditetapkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 26 Tahun 2004 , tentang Pemekaran Kecamatan di Daerah Kabupaten Bekasi. Sekarang Kabupaten Bekasi ada 23 Kecamatan yang terdiri dari 182 desa dan 5 kelurahan. 

Kota Cikarang adalah Ibukota dari Kabupaten Bekasi. Kota Cikarang meliputi wilayah kecamatan Cikarang Pusat, Cikarang Barat, Cikarang Timur, Cikarang Utara dan Cikarang Selatan didasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 1998 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dipindahkan tempat kedudukannya dari wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi ke Kota Cikarang di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, dengan pusat perkantoran pemerintahan di Desa Sukamahi.

Problem yang timbul saat ini dengan Pesatnya pertumbuhan Pembangunan perumahan yaitu Tidak adanya kesesuaian Lokasi perumahan dengan Rencana Tata Ruang ,perumahan yang lokasinya didaerah Kawasan industry sementara pada Rencana Tata Ruang  Wilayah (RTRW) ditetapkan sebagai Kawasan Budi daya industry,dan Kawasan lindung sempadan Sungai.Pembangunan . 

Pembangunan perumahan yang  tidak dan kurang sesuai terhadap  RTRW ini menyebabkan beberapa lahan yang seharusnya berfungsi  sebagai daerah resapan air ini mengakibatkan terjadinya bencana banjir. 

Kabupaten Bekasi semula memiliki lahan Persawahan teknis 58.000 Ha saat ini beralih fungsi menjadi perumahan dan Kawasan Industi menjadi 45.000 ha, artinya setiap tahun terjadi pengurangan lahan Persawahan 1000 Ha.

Konflik pengelolaan tata ruang di Kabupaten Bekasi sarat terjadi potensi pelanggaran RTWT. Sebagai contoh, Meikarta Dinilai Rusak Struktur Ruang Wilayah di Jawa barat. Terjadi ketidaksesuaian justru berada di RTRW Kabupaten Bekasi. Peta RTRW mengalokasikan hanya sebagian kawasan untuk permukiman, sementara sebagian lainnya diperuntukan bagi industri. 

Secara faktual  peralihan ini sudah tidak sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Barat 2009-2029 dan RTRW Kabupaten Bekasi 2011-2031.Hal ini juga ditekankan oleh Guru Besar Perencanaan Kota dari Intitut Teknologi Bandung (ITB), Prof.Roos Akbar,M.Sc.,Ph.D.Meikarta merusak Struktur Ruang wilayah Jawa Barat.
 
Optimilisasi penyediaan Riuang Terbuka Hijau di Kabupaten Bekasi sangat memprihatinkan, sementara pasal 23 ayat 5 Perda Kabupaten Bekasi No.12/2011 tentang RT RW Kabupaten Bekasi 2011-2031 harus memnuhi minimal 30 % dari luas wilayah Kabupaten Bekasi  yang terdiri dari Ruang terbuka Hijau Publik minimal 20% dan Ruang Terbuka Hijau Privat minimal 10%,Prosentase ruang terbuka hijau eksisting di Kabupaten Bekasi saat ini baru mencapai 
angka 11,86% . 

Ruang -ruang terbuka berupa lahan hijau dan produktif saat ini terus mengalami penyusutan akibat pengembangan kota (urban sprawl) untuk permukiman, industri, komersil dan peruntukan lainnya. Di wilayah perkotaan, alih fungsi lahan telah menjadi permasalahan social karena banyak lahan/ruang publikhijau dikonversi menjadi ruang komersil Di Cikarang Pusat juga terdapat beberapa kasus alihfungsi lahan,yaitu Jalur terbuka berupa jalur SUTET, yang seharusya berfungsi sebagai jalur hijau, dipergunakan sebagai sarana pendidikan dan permukiman daerah sempadan sungai yang dipergunakan sebagai areal perdagangan dan pembuangan sampah. 
Situ sebagai  kawasan lindung setempat (non-hutan) berfungsi fungsi sebagai tempat parkir air dan kawasan resapan air, sehingga dapat mengurangi volume air permukaan (run off) yang tidak tertampung (penyebab banjir).  Disamping  dapat dimanfaatkan sebagai irigasi, pengimbuh (recharge) air pada cekungan airtanah, cadangan air bersih, perikanan darat, sarana rekreasi maupun wisata alam. fungsi penting, antara lain sebagai tempat parkir air dan kawasan resapan air, sehingga dapat mengurangi volume air permukaan (run off) yang tidak tertampung (penyebab banjir). 

Kabupaten Bekasi memiliki 13 situ dengan luasan mencapai 147,2 hektar. Sementara ini yang masih berfungsi dengan baik tinggal tersisa 106 hektar. Itupun sudah termasuk yang dikuasai oleh masyarakat dan perusahaan/swasta/perumahan.

Hal yang sama terjadi dalam penyediaan Air Bersih dan  Pengelolaan DAS . Perda Kabupaten Bekasi No. 3 / 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)  Kabupaten Bekasi  Tahun 2005 – 2025 dipaparkan terjadi Kerawanan air bersih terdapat di lima belas (15) Kecamatan di Kabupaten Bekasi, sumber kerawanan tersebut diantaranya yaitu tidak tersedianya sumber air baku permukaan setiap saat (tergantung pada musim). Ancaman terhadap tersedianya Sumber air baku makin diperparah oleh seringnya timbulnya Pencemaran limbah industry di Sungai sungai seperti di DAS Kali Sadang.

Pencemaran Sungai baik diakibatkanan
Limbah cair kegiatan Domestik adanya Limbah Industri memberikan pengaruh rendahnya kualitas air Sungai, hasil pengujian pengukuran Chemical Oxygen Demand / COD (mg/l), dimana COD menunjukan jumlah bahan kimia secara total yang masuk ke badan air. Semakin tinggi nilai COD maka kualitas air semakin rendah. 

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 45, Trotoar (Pedestrian) adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan pasal 131 diatur bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.Trotoar (Pedestrian) juga dapat menambah kebersihan , Keindahan Kota, dan Keselamatan Pejalan kaki .Sering terabaikannya Hak pejalan Kaki karena sering Trotoar dialih fungsikan menjadi Parkir,bangunan, saranan jual beli dan tidak tersedianya di wilayah publik.

Terlihat dengan jelas di sejumlah ruas jalan protoko sepeerti sepanjang jalan dari Tambun dan Cibitung Fungsi dan penyediaan Trotoar tidak maksimal dan banyak beralaih di banyak yang tidak difungsikan sebagaimana peruntukannya, yakni untuk pejalan kaki. Selain digunakan untuk usaha, trotoar juga banyak dijadikan sebagai lahan parkir kendaraan.

Kenyamanan pejalan kaki terganggu sehingga merampas hak Pejalan kaki. Pejalan kaki sebagai satu salah bagian dalam transportasi butuh suatu system vitalitas ruang- ruang kota yang baik.
Sarana kebersihan yang dimiliki pemerintah daerah saat ini adalah Tempat Pembuangan  Akhir (TPA) Desa Burangkeng Kecamatan Setu dengan luas 7.6 Ha, dan saat ini sedang dala m tahap pembebasan seluas 5000 M².Pola Pengelolaan TPA Burangkeng sangat bertentangan dengan UU No.18/2008 mengwajibkan Pemerintah Daerah untuk melakulan Pola Pengelolaan sanitary landfill bukan Open Dumping. Tidak adanya konsep Zeor Waste mengakibatkan TPA Burangkeng tidak menerapkan Sistem 3 R (Reduce, Reuse,Recycle) disamping pemanfaatan Gas methan dan Thermal untuk pembangkit Tenaga Listrik Sampah. 

Pola Angkut Kumpul Buang mengakibatkan rentan tehadap Polusi Udara,Air, dan tanah. Hal lai yang terjadi penerapan Waste Mangement Pemerintah Kabupaten Bekasi sangat Buruk sekali, terlihat banyaknya tumbuh TPS TPS liar sehingga mengakibatkan Sampah menjadi pemicu Konflik Sosial dan lingkungan.

Ilustrasi gambar

Permasalahan Waste Management Persampahan di Kabupaten Bekasi ditambah gagal Revitlisasi TPA Burangkeng dan Rencana Pemindahan TPA Burangkeng ke Bojong Mangu seluah 30 HA. 

Kondisi Darurat Sampah menjadi “Trade Mark” Kabupaten Bekasi dalam mengelola Wajah Kabupaten Bekasi baik di Tata Pemerintahan dan Pelayan Publik. Volume Sampah 400-500 ton perhari mengakibatkan kondisi daya tamping samapah di lahat TPA Burangkeng sudah Over Load.

Rendahnya Pengelolaan Sampah Kabupaten Bekasi (Waste Management) diakui Oleh Bupati Kabupaten Bekasi – Neneng Hasanah Yasin.
Sehingga bisa disimpulkan pertumbuhan usia Kabupaten Bekasi yang nantinya ke 68 tahun tidak membawa signifikansi dengan PeningkatanPembangunan dan Pelayanan Publik khususnya dibidang penangan Lingkungan dan Pengelolaan Tata ruang dan wilayah. 

Inkonsistensi Pemerintah dalam Pengelolaan Tata Perintahan dan Pelayanan Publik yang berdaya saing dan  ramah lingkungan  sangat bertentangan dengan Visi Misi Bupati /Wakli Bupat Periode 2017-2022:   Berdaya saing, sejahtera, indah, dan ramah lingkungan).yaitu dengan Meningkatkan kinerja tata kelola pemerintahan yang responsif, profesional, transparan, dan akuntabel,dan Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Peran Kepemimpinan Bupati dan Kelembagaan terhadap Peanganan Pengelolaan lingkungan,Pengelolaan dan Pengendalian Tata Ruang menjadi kelemahan dalam Tata Kelola Pemerintah Kabupaten. 

Perlunya Kapasitas dan Kapabilitas Pengambilan Keputusan menjadi daya tawar menentukan peran strategis bukan hanya “good will” dan “political will”. Tanpa mengabaikan acuan pelayanan yang paling utama  terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Millenium Development Goals(MDGs). 
Pemerintah baik Kepala daerah dan Kelembagaan dalam merubah Wajah Kabupaten Bekasi. 

Terkesan Pemerintah menjadi “Calo: terhadap Investasi dan mengorbankan Peraturan dan kepentingan Publik, sehingga menimbulkan Konflik Sosial,Hukum dan beban lingkungan yang sangat membahayakan kesehatan, dan kesinambungan Pembangunan yang berkelanjutan bewawasan Lingkungan.

Harapan dengan Visi Misi Terwujudnya Kabupaten Bekasi Bersinar Tahun 2022, menjadi Kabupaten Bekasi penuh Konfilik dan Ancaman Hancurnya Lingkungan dan Tata Ruang di Kabupaten Bekasi pada masa depan kehidupan Pemerintahan dan masyarakat Kabupaten Bekasi.

Berita Lainnya

Baca Juga