Ketika memasuki masa pandemi Covid-19 literasi menjadi sebuah istilah yang popular di masyarakat. Literasi sendiri menjadi hal yang amat penting, sehingga pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membuat gerakan khusus terkait dengan literasi. Bagi kalangan yang fokus menangani masalah pendidikan tentu tidak asing dengan Gerakan Literasi Nasional. Namun, apa sebenarnya literasi itu sendiri?
Dikutip dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) online, literasi memiliki tiga makna, yang pertama secara sederhana adalah kemampuan membaca dan menulis. Kedua, literasi bermakna pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu. Ketiga, kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Dari ketiga makna tersebut nampak bahwa literasi tidak hanya terkait dengan membaca saja namun lebih luas lagi. Hal ini diperkuat dengan penjelasan UNESCO mengenai literasi. UNESCO menjelaskan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks di mana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya. Menurut UNESCO, pemahaman seseorang mengenai literasi ini akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks nasional, institusi, nila-nilai budaya serta pengalaman.
Literasi itu sendiri terdiri dari berbagai kecakapan dasar. Dalam tulisan ini literasi dasar yang diacu adalah konsep literasi dasar yang digunakan oleh Kemdikbud dalam Gerakan Literasi Nasional. Ada enam jenis literasi yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, literasi budaya dan kewarganegaraan. Dari keenam jenis literasi ini, saya akan fokuskan pada literasi digital. Pilihan ini dilatarbelakangi keresahan saya melihat fenomena akan banyaknya informasi yang belum jelas kebenarannya namun beredar luas di kalangan masyarakat.
Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan kemajuan tekonologi seperti saat ini banyak dari kita yang kurang bijak dalam menggunakan alat–alat komunikasi. Salah satunya adalah menyebarnya berita yang tidak jelas kebenarannya melalui pesan berantai di media sosial seperti WhatsApp, Facebook, mau pun Twitter.
Menurut Hootsuite, perusahaan di Canada yang memberikan layanan manajemen konten media sosial Pada tahun 2021 pengguna internet di Indonesia meningkat 11 persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 175,4 juta menjadi 202,6 juta pengguna. Peningkatan tersebut perlu diimbangi pemahaman beraktivitas di ruang digital yang baik.
Populasi penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta orang. Lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet, setidaknya begitu menurut laporan teranyar Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Mayoritas pengguna internet sebanyak 72,41 persen masih dari kalangan masyarakat urban.
"Pemanfaatannya sudah lebih jauh, bukan hanya untuk berkomunikasi tetapi juga membeli barang, memesan transportasi, hingga berbisnis dan berkarya."
Dan banyak dari kelompok usia muda,yang mempunyai inovasi internet dan juga tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari anak muda zaman sekarang. Sebanyak 49,52 persen pengguna internet di tanah air adalah mereka yang berusia 19 hingga 34 tahun. Kelompok ini mengabsahkan profesi-profesi baru di ranah maya, semisal Selebgram (selebritas Instagram) dan YouTuber (pembuat konten YouTube).
Menjamurnya perusahaan rintisan digital atau startup pun sedikit banyak digerakan oleh kelompok usia ini, baik mereka sebagai pendiri atau konsumen. Di posisi kedua, sebanyak 29,55 persen pengguna internet Indonesia berusia 35 hingga 54 tahun. Kelompok ini berada pada usia produktif dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Remaja usia 13 hingga 18 tahun menempati posisi ketiga dengan porsi 16,68 persen. Terakhir, orang tua di atas 54 tahun hanya 4,24 persen yang memanfaatkan internet.
Apakah
mahasiswa bebas dari hoaks?
Mahasiswa itu adalah mahluk intelektual, harusnya mahasiswa juga mengambil peran dalam hal Menangkal hoaks karena ini bagian dari pengabdian terhadap masyarakat. Mahasiswa bisa memberi contoh kepada masyarakat banyak tentang bagaimana cara kita dalam memanfaatkan informasi dengan sehat dan bijak.
Maka dari itu, penting memahami literasi digital agar kita bisa menyaring informasi yang ada dan juga bijak dalam menggunakan smartphone. Sudah banyak orang–orang yang terjerat UU ITE karena menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarnya.
Di sisi lain di kalangan aktivis sebetulnya masih bisa minimalisasi penyebaran hoaks, karena aktivis selalu mempunyai budaya baca dan diskusi, akan tapi tidak menutup kemungkinan kalau mereka belum melek literasi digital. Apalagi di luar circle tersebut, seperti mahasiswa yang hanya pergi pulang saja mereka malah cenderung mudah terpapar hoaks.
"Rata-rata mahasiswanya cenderung kuliah sambil bekerja, jadi minimnya waktu luang atau waktu yang dipakai sebagian besar untuk kerja yang melelahkan jadi kebanyakan mereka kurang melek dengan informasi karena masih maraknya broadcast-broadcast yang isinya hoaks yang bahkan dari kalangan mahasiswa"
Tapi ada juga aktivis atau orang–orang di komunitas - komunitas pun masih ada yang anggotanya mudah terpapar hoaks bahkan ada yang masuk penjara karena menyebarkan berita hoaks. Di sinilah pentingnya bahwa literasi digital itu sangat penting. Memang tidak semua mahasiswa atau aktivis yang berada dalam circle organisasi itu paham dengan literasi digital.
Memang dari pernyataan di atas bukan tentang underestimate kepada mahasiswa atau aktivis yang notabene nya kuliah sambil bekerja akan tetapi dengan adanya arus informasi yang sangat besar alangkah lebih baik memakai cara–cara tabayun atau objektif seperti yang diajarkan oleh guru–guru kita sewaktu kecil akan tetapi sebagaian besar faktanya di Bekasi memang seperti itu.
Seperti contoh ketika kita berbicara dengan mahasiswa yang ada di kampus saya, ketika berbicara tentang Vaksin Covid-19 atau pun berbicara terhadap isu–isu yang berkembang di pemerintahan, kebanyakan dari obrolan mereka ialah hoaks karena mereka juga kurang mencerna informasi dengan baik. Ini bukti bah wa konsep tabayun tidak berjalan dengan baik
Harapan saya dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat ini agar kita selalu berlaku bijak dalam menerima atau memberikan informasi yang beredar dalam sosial media dan mari kita sama – sama belajar dan bijak dalam memberikan informasi yang baik guna meningkatkan intelektualitas kita.
Disisi lain menurut data dari hootsuite ada 2 kota di Indonesia yang masuk dalam 10 besar dengan pengguna Facebook Terbesar pada Tahun 2018 yaitu Kota Bekasi pada urutan ke 3 dengan 0,8% atau 18.000.000 pengguna. Lalu disusul oleh Kota Jakarta pada urutan ke 4 dengan 0,7% atau 16.000.000 pengguna
Berdasarkan Daftar 10 Kota di Dunia dengan Jumlah Pengguna Facebook Terbesar pada di atas dapat dipastikan bahwa pengguna Facebook warga Bekasi memiliki lebih dari 3 akun Facebook setiap orangnya.
Dan ditambah Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS Jawa Barat, bahwa penduduk Kabupaten Bekasi berjumlah sekitar 3,5 juta jiwa dan Kota Bekasi sekitar 3 juta jiwa. Alhasil jumlah kedua kabupaten kota tersebut sebanyak 6,5 juta jiwa, sedangkan data yang dikeluarkan oleh Hootsuite bahwa di Bekasi tercatat pengguna Facebook sebanyak 18 juta.
Apakah Hootsuite berbohong dalam mengambil data pengguna Facebook asal Bekasi, ataukah BPS Jawa Barat yang salah dalam menghitung jumlah warga Bekasi? Tentunya tidak. Karena Hootsuite mengambil data berdasarkan domisili pengguna yang tertera dalam setiap akun Facebook. BPS juga mengambil data jumlah penduduk bukan dengan main tebak-tebakan. Dengan demikian kemungkinan besar bahwa warga Bekasi memiliki akun Facebook lebih dari tiga.
Kesimpulan ini juga sepertinya berlaku bagi kota-kota lainnya atau negara-negara lainnya yang tercatat dalam daftar 10 negara pengguna Facebook terbanyak di dunia. Yang mereka hitung bukan jiwa melainkan akun, yang notabene bisa dibuat oleh kita sebanyak yang kita mau.
Indeks
Literasi Digital Indonesia
Disisi lain kita patut bangga saat ini di Indonesia masih lebih baik perihal terkait Literasi Digitalnya dari pada tahun - tahun sebelumnya dan sudah mulai banyak yang sadar perihal Literasi Digital
Dari tahun ke tahun jumlah pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) didapatkan fakta jika dibandingkan dengan 2018 lalu dengan jumlah pengguna internet di Indonesia hanya sebesar 171,2 juta jiwa, maka terjadi peningkatan menjadi 196,7 juta jiwa hingga kuartal II 2020. Fokus Utama Survei yang dilakukan pada 2 sampai 25 Juni 2020 ini melibatkan 7.000 jiwa responden dengan teknik pengumpulan data wawancara dan penyebaran kuisioner di seluruh provinsi di Indonesia. Survei tersebut memiliki margin of error sebesar 1,27 persen.
Jika melihat perkembangan tingkat adaptasi teknologi digital di masyarakat, maka kita juga berharap hal yang sama juga terjadi pada persoalan literasi digital. Menurut hasil survei, kondisi literasi digital masyarakat di Indonesia saat ini memang tidak buruk, tapi juga terlalu berlebihan jika dikatakan sudah sangat baik. Yang belum lama disiarkan adalah survei di 34 provinsi yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (KIC) yang mengungkapkan bahwa status literasi digital Indonesia termasuk kategori sedang dengan skor 3,47 dari 5. Tingkatan tertinggi literasi digital berada di wilayah tengah seperti Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.
Secara nasional, indeks literasi digital di Indonesia masih berada pada level sedang. Dalam pengukuran status literasi digital ini, dilakukan dengan mengacu pada standar UNESCO. Berdasarkan survei tersebut, masing-masing subindeks diperoleh hasil skor sebagai berikut: subindeks 1 Informasi dan Literasi Data 3,17; subindeks 2 Komunikasi dan Kolaborasi 3,38; subindeks 3 Keamanan 3,66; dan subindeks 4 Kemampuan Teknologi 3,66.
Akan tetapi dari hasil baik itu harus kita ikuti juga dengan selalu memberikan berita yang baik maupun benar,