Disparitas Pidana, Pemahaman Mendalam Terhadap Perbedaan Hukuman dalam Sistem Peradilan

Disparitas Pidana, Pemahaman Mendalam Terhadap Perbedaan Hukuman dalam Sistem Peradilan

Disparitas Pidana, Pemahaman Mendalam Terhadap Perbedaan Hukuman dalam Sistem Peradilan

SEPUTARDAERAH.COM - Disparitas pidana merupakan fenomena yang telah lama menjadi perhatian dalam sistem peradilan. Konsep ini mencakup penetapan sanksi pidana tanpa dasar kebenaran yang jelas terhadap tindak pidana sejenis atau sebanding. Dalam sebuah paper yang ditulis oleh Tama S. Langkun, Bahrain, Mouna Wassef, Tri Wahyu, dan Asram, disparitas diartikan sebagai ketidaksamaan besaran sanksi yang diterapkan oleh pengadilan pada kasus-kasus dengan sifat yang sama. Dengan kata lain, disparitas pidana merujuk pada situasi di mana hakim memutuskan hukuman yang berbeda untuk tindak pidana yang seidentik. Namun, untuk memahami lebih lanjut mengapa disparitas ini terjadi, kita perlu melihat beberapa faktor yang mendasarinya.

Peraturan yang Kurang Tegas

Salah satu penyebab utama disparitas pidana adalah ketidakjelasan dalam peraturan mengenai tata cara pemberian hukuman pidana. Di dalam perundang-undangan tertulis, biasanya hanya ditentukan hukuman maksimal yang dapat diberikan, sehingga hakim memiliki keleluasan untuk memutuskan memberikan hukuman maksimal atau kurang dari itu. Dengan ketidakjelasan ini, terbuka peluang bagi kebijakan yang tidak konsisten dalam pemberian sanksi pidana.

Baca Juga : OJK Siap Sosialisasikan Peraturan Baru, Asuransi Kredit Bakal Mengguncang Industri Keuangan

Faktor Yuridis dan Empiris

Dua faktor utama yang mendasari disparitas pidana adalah faktor yuridis dan empiris. Secara yuridis, kehadiran hakim yang memiliki keleluasan dan kemandirian sesuai dengan UUD RI 1945, serta perlindungan sepenuhnya atas wewenang kehakiman yang diatur oleh Pasal 1 UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dapat memberikan interpretasi yang bervariasi terhadap hukuman. Teori ratio decidendi, yang mengacu pada penetapan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta materi, serta teori dissenting opinion, yang mencerminkan pandangan berbeda dalam putusan hakim, juga dapat menjadi sumber disparitas.

Dari sisi empiris, peninjauan keadaan terdakwa, termasuk perilaku terhadap masyarakat, kepribadian, ekonomi, dan keadaan sosial, juga memainkan peran penting. Selain itu, pembuktian fakta di persidangan dapat memberikan pertimbangan yang berbeda dalam penentuan hukuman.

Baca Juga : Aliran Dana Asing Kembali Menguat, Mendorong Pertumbuhan IHSG dan Potensi Pasar Modal Indonesia

Pertimbangan Hakim: Yuridis dan Non-Yuridis

Pertimbangan hakim dalam memberikan hukuman dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk utama: yuridis dan non-yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis didasarkan pada hal-hal yang terlihat di persidangan dan telah ditetapkan oleh undang-undang sebagai unsur yang harus dimasukkan dalam putusan. Ini mencakup dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan pasal-pasal dalam undang-undang yang terkait.

Di sisi lain, pertimbangan non-yuridis melibatkan faktor-faktor seperti akibat atas perilaku terdakwa dan keadaan diri dari terdakwa. Hal ini mencerminkan pandangan yang lebih holistik terhadap pelaku kejahatan dan mempertimbangkan dampak sosial serta keadaan pribadi terdakwa.

Analisis Harkristuti Harkrisnowo: Kapan Disparitas Muncul?

Harkristuti Harkrisnowo, seorang analis hukum terkemuka, memberikan analisis bahwa disparitas pidana muncul pada beberapa kondisi. Pertama, saat terjadi tindak pidana sejenis; kedua, ketika taraf keseriusan tindak pidana sama; ketiga, ketika diputus oleh satu majelis hakim yang berbeda terhadap tindak pidana yang sejenis. Analisis ini memberikan wawasan mendalam tentang situasi-situasi yang dapat mengakibatkan perbedaan hukuman dalam sistem peradilan.

Baca Juga : BMW Indonesia Belum Siap Produksi Mobil Listrik Lokal, Alasan dan Tantangan di Balik Keputusan Strategis

Faktor Pemberat dan Pembebas

Selain pertimbangan yuridis dan non-yuridis, terdapat faktor-faktor yang dapat memberatkan atau meringankan pidana yang diberikan oleh hakim kepada terdakwa. Faktor-faktor yang memberatkan mencakup adanya kecemasan masyarakat, karakter atau watak asli dari perbuatan terdakwa, dampak yang timbul dari perbuatan tersebut, dan riwayat hukuman sebelumnya. Sementara itu, hal-hal yang dapat memberikan pembebasan atau meringankan pidana melibatkan ketidakadaan catatan hukuman sebelumnya, penyesalan terdakwa, pengakuan atas perbuatannya, dan perilaku terdakwa yang baik selama persidangan.

Mencari Solusi untuk Mengatasi Disparitas Pidana

Dengan pemahaman yang mendalam tentang penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pidana, langkah-langkah perlu diambil untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satunya adalah dengan mengkaji ulang peraturan perundang-undangan terkait pemberian hukuman pidana dan memberikan pedoman yang lebih jelas kepada hakim. Selain itu, pelibatan lembaga pengawas peradilan dapat membantu memastikan konsistensi dalam putusan hukum.

Baca Juga : Keputusan Drastis Spotify! Ribuan Karyawan Dipecat, Apa yang Terjadi dengan Masa Depan Musik Online?

Dalam menghadapi tantangan disparitas pidana, diperlukan kolaborasi antara pihak legislatif, yudikatif, dan eksekutif untuk merumuskan kebijakan yang mendukung penegakan hukum yang adil dan konsisten. Hanya dengan upaya bersama, sistem peradilan dapat memberikan keadilan yang sejati bagi semua pihak yang terlibat. Disparitas pidana bukanlah masalah yang sederhana, tetapi dengan langkah-langkah yang tepat, dapat diupayakan untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih baik dan lebih adil bagi masyarakat.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال